ESTEEM ECONOMY, KETIKA SETIAP ORANG HAUS PENGAKUAN
LEISURE
TANPA TEKANAN, ESTEEM SEBALIKNYA
Hallo
Sobat Jalan-Jalan Dong!! Jumpa lagi dengan kami bertiga. Ario, Eldin dan Syifa.
Kalau kalian bosan dengan kegiatan sehari-hari, pasti kebanyakan dari kalian
itu pergi jalan-jalan ke suatu tempat kan? Entah itu nongkrong bareng teman,
piknik bersama keluarga atau yang lainnya. Berbicara soal leisure.
Apa
itu leisure?
Leisure adalah kebebasan untuk melakukan sesuatu dengan relative tanpa adanya suatu paksaan dari orang lain.
Leisure adalah kebebasan untuk melakukan sesuatu dengan relative tanpa adanya suatu paksaan dari orang lain.
Pada
abad 21 ini kebanyakan dari manusia mencari leisure bukan untuk menikmati waktu luang dan berekreasi. Pada abad
platform seperti sekarang ini, telah terjadi shifting dari leisure ke
self-esteem. Nah, nanti kita akan bahas apa itu self-esteem ya temannn.
Pada
abad ke-19 kita mengenal leisure class (Veblen, 1899). Leisure class menjelaskan
tentang munculnya kelompok masyarakat pekerja yang sudah lebih mapan karena
penghasilannya memadai. Dengan upah yang relative lebih tinggi maka mereka
memilih untuk mengurangi jam kerja dan ingin menikmati lebih banyak waktu
luang.
Berbeda
dengan labor class, yang harus menambah waktu kerjanya demi mendapatkan
pendapatan yang lebih besar. Tapi, labor class sendiri bisa berubah menjadi
leisure class. Itu semua karena jaminan kesejahtraan yang lebih baik. Maka tak
heran, jika di Negara-negara industri yang perekonomiannya maju, labor class
berubah menjadi leisure class dan itu semua dapat menghambat produktivitas.
Contohnya para pekerja di Prancis dan Itali, mereka sudah menikmati leisure economy sejak tahun 1990-an. Pukul 15.30 mereka sudah bercengkrama atau kongkow menikmati happy hour di coffee bar yang terletak di tengah kota bersama rekan-rekan kerja ditemani dengan wine atau beer. Begitu para pemerintah berencana menambah 30 menit saja demi perbaikan produktivitas waktu bekerja perhari, mereka pun melawan dengan demo besar dan sedikit insiden kerusuhan.
Contohnya para pekerja di Prancis dan Itali, mereka sudah menikmati leisure economy sejak tahun 1990-an. Pukul 15.30 mereka sudah bercengkrama atau kongkow menikmati happy hour di coffee bar yang terletak di tengah kota bersama rekan-rekan kerja ditemani dengan wine atau beer. Begitu para pemerintah berencana menambah 30 menit saja demi perbaikan produktivitas waktu bekerja perhari, mereka pun melawan dengan demo besar dan sedikit insiden kerusuhan.
Di
Yogyakarta, mobil-mobil yang bergerak mencari rumah makan kondang termasuk
menuju mi Jawa yang terletak di “kandang sapine Mbah Gito” sepertinya bukan
untuk leisure. Karena butuh waktu satu-dua jam untuk sampai di sana karena
macet. Antre makanannya pun satu-dua jam juga. Dan di kaleng-kaleng kerupuknya
tertulis kata “sabar”.
Maka
dari itu, untuk ekonomi anak-anak muda sekarang bisa kita sebut dengan esteem
economy. Yaitu dimana terdapat kumpulan manusia-manusia yang rindu pengakuan
bahwa dia sudah sampai disana, pernah juga menjajaki suatu tempat.
Tidak
lain dan tidak bukan, teknologi lah yang telah menggeser cara manusia mengisi
kesehariannya. Teman-teman semua pastinya memerlukan leisure, frre time untuk
bersenang-senang, kongkow-kongkow, jalan-jalan dan menikmati kebebasan dari
rutinitas yang biasa kita kerjakan.
SKYLODGE
DI TEBING PARANG ATAU SELFIE DI PONGGOK
Perbedaan
antara leisure dengan esteem sendiri dapat kita tarik kesimpulannya. Kita bisa
ambil contoh studi kasus pada orang tua kita sendiri. Di usia mereka pada saat
mereka berusia 20 tahun, sebagian dari mereka ada yang gemar mendaki gunung,
dan saat mendengar berita tentang keberadaan hotel gantung tersebut yang
letaknya di Tebing Parang sungguh menggoda bukan? Namun, jika orang tua dari
kita melihat cara kerja menjangkaunya, mereka pasti tahu diri. Usia mereka
sudah tidak lain usia yang sudah tdak sanggup untuk melakukan hal tersebut.
Pastinya orang tua dari kita lebih memerlukan atau membutuhkan relaksasi
ketimbang mengambil aktivitas menantang untuk mendapatkan momen berfoto. Jadi
leisure sendiri bagi para orang tua kita lebih penting daripada esteem.
Photo Credit: destinasi-Indonesia, kompas, tidurmana, okezone
Tapi
lain halnya dengan seusia kita. Dimana lebih mementingkan momen berfoto
dibandingkan dengan adanya relaksasi. Pastinya, ada rasa dimana kita puas
dengan adanya momen tersebut. Dan orang-orang bisa tahu kalau kita sudah pernah
mengunjungi atau menjajakan tempat tersebut. Dan kita akan merasa puas dan
senang dengan adanya pengakuan itu.
Tiap
generasi pasti punya kebutuhan yang berdeda. Di generasi orang tua kita, lebih
butuh leisure yang artinya keluar dari kepenatan bekerja, sedangkan di
usia-usia millenials tahapannya sudah ampai ke tahap self-esteem. Mereka lebih
butuh share, like, atau jempol yang difasilitasi media social.
Di
desa Ponggok, Klaten, terdapat proyek dana desa yang sukses. Fokusnya adalah
tempat wisata. Sebuah embung besar yang ada mata air jernih yang terus mengalir
mereka jadikan umbul untuk melayani mereka yang hobi selfie di dalam air.
Pengunjung Umbul Ponggok di Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, menyewa jasa warga setempat yang berprofesi sebagai fotografer bawah air, Minggu (14/8/2016). (KOMPAS FERGANATA INDRARIATMOKO)
Jika di pikir-pikir untuk apa anak-anak muda ini bersusah payah menahan napas di dalam air? Mereka bukan mencari leisure melainkan self-esteem . Sebab, untu mendapatkannya diperlukan pengorbanan.
Apa
yang membedakan adalah wujudnya. Artinya manusia selalu terdorong untuk
memenuhi kebutuhannya. Pertama, manusia membutuhkan hal mendasar seperti makan
dan minum. Saat kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, kebutuhan manusia
akan naik ke tingkat yang berikutnya menjadi rasa aman. Begitu seterusnya
sampai ke kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Sedangkan self-esteem
adalah kebutuhan untuk diakui, dihormati, dan dihargai.
Zaman
beralih, teknologi yang dinikmati pun akan berubah. Generasi millenials pergi
berlibur bukan untuk beristirahat atau leisure, melainkan untuk memenuhi
kebutuhan pada tingakt keempat , yaitu esteem.
Esteem
Economy
Dalam media social seperti facebook, twitter, Instagram dan lain sebagainya setiap orang haus akan adanya like dan comment setelah posting apapun agar mereka merasa bangga atau diakui orang lain. Mereka juga ingin dikenal oleh komunitas lain yang melihat dirinya serba tahu dan yang menjadi pertama jika setiap orang menginginkan hal tersebut, semua orang akan mendadak menjadi fotografer dan model apalagi saat ini teknologi sudah berkembang jauh, dalam genggaman tangan manusia semakin mudah untuk mempamerkan dirinya. Kini kita hidup dalam peradaban kamera dimana setiap orang sangat mudah untuk saling bertukar kabar dengan keluarga, kerabat dan semakin mudah pula dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Salah satu contohnya HT yang biasanya digunakan para petugas keamanan telah digantikan oleh aplikasi yang fungsinya sama dengan HT bahkan jauh lebih banyak fitur yang terdapat didalamnya. Fenomena esteem economy juga didukung dengan semakin berkembangnya media social dampaknya membuat orang berlomba-lomba membagikan berita, foto, video, terbaiknya untuk mendapatkan pengakuan yang belum tentu sesuai dengan keberadaan sebenarnya.
Tapi
bisa dibayangkan jika dilihat dari segiekonomi, dari satu
aplikasi saja salah satunya Instagram, dapat menjadi peluang dalam berbisnis,
dari spot-spot foto, busana, kuliner, sampai profesi sekalipun. Yang jelas yang
paling banyak menikmatinya adalah produsen smartphone, perusahaan jasa telekomunikasi,
penjual jasa kebutuhan wisata dan para influencer seperti selebgram. kuliner
pun saat ini ikut terkena dampak dari esteem economy. Sebuah tempat makan umumnya
dijumpai karena rasa nya yang enak namun saat ini orang-orang lebih tertarik mengunjungi
tempat makan yang memiliki keunikan, bisa berupa tempatnya yang memiliki view
menarik, cara pelayanannya yang unik, dan tampilan menunya yang sayang jika tidak
di upload di Instagram. Apakah hal tersebut akan bertahan lama? Esteem economy
bagi mereka hanya sekedar pendorong yang menjadi semacam booster dan tentunya tidak
akan lama karena akan terus berkembang setiap saatnya. Yang Panjang itu selalu terkait
dengan human need bukan human wants.
Demikianlah penjelasan antara leisure dengan self-esteem pada masa kini...
Komentar
Posting Komentar